Thursday 2 June 2011

A Part of My Life in Bali (chapter 3): Laut di Barat, atau Gunung di Utara?

Adalah Bu Tika, atasanku di Bali setingkat SRM (senior relationship manager). Kehebatan dan tangan dingin beliau memang sudah sering saya dengar sejak masih mengikuti on the job training di kantor cabang Tunjungan, Surabaya. Oh iya, buat yang tidak tahu, saya adalah salah satu karyawan bank swasta yang cukup besar di Indonesia untuk penempatan Denpasar, Bali. Dan benar saja, Bu Tika adalah orang yang bisa mengerjakan lima pekerjaan sekaligus, mengomeli dua orang, sambil mengetik email balasan di laptopnya yang sudah tergolong canggih itu.

Dari Bu Tika, dan juga teman-teman sesama RM di bali saya telah banyak belajar. Bukan hanya belajar tentang materi perbankan yang masih banyak yang harus saya pelajari, tapi juga belajar tentang arti kehidupan. Lahir di Lombok, tumbuh besar sejak SMA di Jawa, kini kehidupan di Bali mempunyai banyak makna bagi pribadi saya. Orang Bali sering berkata, janganlah kamu mencari masalah, maka masalah itu tidak akan pernah balik mencari kamu. Itulah mungkin kenapa pulau seribu pura ini tergolong aman. Tidak jarang saya menemukan sepeda motor tergeletak diparkir di pinggir jalanan dengan sangat aman. Pemandangan yang sangat tidak mungkin ditemukan di Surabaya apalagi di kawasan Surabaya Utara yang konon tergolong rawan.

"Sebetulnya hidup ini sangat sederhana; tetapi kita merumitkannya.
   dengan rencana yang tidak kita laksanakan,
   dengan janji yang tidak kita penuhi,
   dengan kewajiban yang kita lalaikan,
   dan dengan larangan yang kita langgar."
  (Mario Teguh)

Tidak terasa sudah empat bulan saya hidup di Bali, itu artinya empat bulan juga saya telah belajar akan arti hidup di sini, dan percayalah bahwa arti hidup di Bali tidak hanya mencakup judul film yang terkenal itu: Eat, Pray, and Love. Salam.