Saturday 10 April 2010

Brand Rejuvenation

Ini adalah pertama kalinya saya membuat posting tentang dunia merek atau brand pasca dinyatakan CERTIFIED di sertifikasi profesi brand communication beberapa saat lalu. Bukannya tidak mau membagi pemikiran tentang dunia yang punya banyak sudut pandang ini, namun saya malah takut kalau ternyata sudut pandang saya tentang konsep suatu brand itu kurang tepat, atau malah salah sama sekali. Namun belakangan saya menjadi sedikit lebih berani setelah menyadari bahwa ternyata siapapun itu, bahkan Philip Kotler sekalipun pastilah dapat melakukan kesalahan. Dan dari kesalahan-kesalahan kecil itulah kelak seorang Kotler dapat menjadi Kotler, seorang Dahlan Iskan dapat menjadi Dahlan Iskan, dan seorang Agung tetaplah menjadi Agung, namun tentu Agung yang sudah sedikit lebih berpengalaman karena telah 'belajar' dari kesalahan-kesalahan itu.

Dalam kesempatan kali ini saya mencoba menggali suatu tema menarik di dunia brand communication, yakni brand rejuvenation. Hal ini dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk meremajakan kembali sebuah merek. Di Indonesia sendiri misalnya kita mengenal beberapa everlasting brand seperti Sampoerna. Tentu tidaklah gampang untuk menjadi merek yang abadi, karena itulah diperlukan banyak taktik termasuk diantaranya adalah melakukan brand rejuvenation atau peremajaan merek. Yang perlu diperhatikan adalah kapan brand rejuvenation ini perlu dilakukan. Jawabannya adalah kapan saja. Sesuai dengan konsep product life cycle, sebuah produk akan mengalami siklus introduction, growth, mature, dan decline. Nah brand rejuvenation bisa dilakukan saat mature maupun decline, bergantung pada kondisi yang dihadapi perusahaan.

Secara umum brand rejuvenation dapat dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu faktor-faktor yang mengakibatkan brand tersebut menjadi terkesan tua. Setelah itu barulah dilakukan perlindungan terhadap merek dan memberikan value added. Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan adalah langkah rejuvinasi haruslah dilakukan secara kontinu dan terus-menerus. Karena itulah akan muncul brand image baru yang lebih modern dan meningkatkan brand awareness secara signifikan pada pasar yang baru maupun untuk menghadapi permintaan pasar yang terus berubah.



Contoh aktual dari brand rejuvenation adalah Softex. Lihat saja merek pembalut wanita yang sempat menjadi merek general di era tahun 1990-an ini kemudian lambat laun mulai decline karena adanya perubahan selera pasar dan terkesan jadul. Ya, perubahan selera pasar. Sesuatu yang mau tidak mau pastilah terjadi. Apalagi di pasar yang amat sangat homogen seperti Indonesia, perubahan pasar inilah yang sering menjadi bom waktu bagi brand yang tidak cepat tanggap perubahan.

Brand rejuvenation sendiri dapat dilakukan melalui berbagai hal, seperti perubahan logo, perubahan tagline, dan bisa juga melalui perubahan strategi pemasaran. Hal ini bergantung pada situasi target market, kebutuhan perusahaan, serta strategi ke depan. Salam.

(Ingin tau lebih banyak tentang penulis? Ikuti kicauannya di Twitter @agung_putrajoyo.

No comments: