Saturday 5 March 2011

A Part of My Life in Bali (chapter 2): Ketika Buwana Alit (alam manusia) Bertemu Buwana Agung (alam semesta)

Tulisan ini saya buat di tengah merasakan arti dari Nyepi yang sesungguhnya. Ya, hari ini tepat pada tanggal 5 Maret 2011 umat Hindu tengah merayakan hari raya Nyepi yang jatuh setiap tahun baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai sebagai hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka dengan mengheningkan diri serta merenungkan diri di dalam rumah. Ini merupakan pengalaman pertama saya untuk merasakan langsung bagaimana suasana Nyepi di Pulau Dewata ini.

Tujuan utama dari hari raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia) dan Buwana Agung (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

 

Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan

Tiga atau dua hari sebelum hari Nyepi, umat Hindu melakukan penyucian dengan melakukan upacara Melasti. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) di arak ke pantai atau danau, karena laut atau danau dipercaya sebagai sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala (raksasa) dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali dan kawasan yang masih kental menganut agama Hindu seperti Lombok Barat, pengerupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala (raksasa) untuk diarak keliling lingkungan, dan kemudian dipralina (dibakar). Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala (raksasa) dari lingkungan sekitar. Pada awal kemunculannya, ogoh-ogoh tidak ada kaitannya dengan Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh yang berwujud raksasa adalah bentuk kretivitas masyarakat Bali. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, dimasukkan aturan sehingga ogoh-ogoh menjadi bagian dari ritual Nyepi.

Pada perayaan festival Ogoh-ogoh di Bali tahun ini, ada sesuatu yang menarik yakni kemunculan ogoh-ogoh dengan karakter Gayus Tambunan yang memakai kacamata dan wig khasnya dengan memegang uang di tangan. Hal ini sempat menjadi perhatian warga Denpasar dan sekitarnya. Beberapa bulan lalu gayus memang sempat memunculkan kehebohan dengan menonton pertandingan tenis di Bali dengan istrinya padahal dirinya sedang ditahan di Rutan Brimob. Untuk menghindari sorotan wartawan, Gayus pada saat itu memakai wig dan kacamata.

 

Puncak acara Nyepi

Keesokan harinya, yaitu pada Purnama Kedasa (bulan purnama ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktifitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga dan semadhi.

 

Ngembak Geni (Ngembak Api)

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari kedua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia diseluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.


Wednesday 2 March 2011

A Part of My Life in Bali (chapter 1): Seluas Pantai Kuta, Setinggi Pura Tanah Lot.

Akhir-akhir ini saya jadi sering melongok keluar dari jendela kantor untuk melihat kondisi cuaca di langit Bali yang sering tidak menentu. Kebetulan siang ini cuaca sedang sangat bersahabat: cerah terang sampai matahari menembus masuk ke ruang kerja saya di lantai 2 SME Banking. Akhir pekan lalu yang saya habiskan dengan beberapa teman yang datang dari Surabaya, Jawa Timur sempat diwarnasi insiden basah-basahan di sepanjang pedestrian Jalan Kartika Plaza hingga menuju gerbang utama Pantai Kuta yang terletak tidak jauh dari Hard Rock Hotel.

Dreamland Beach, Bali.
Nyaris sebulan hidup di Bali membuat saya semakin mengenal karakteristik masyarakat pulau yang konon disebut-sebut sebagai salah satu surga pariwisata bagi turis asal Australia dan Jepang ini. Tak heran, di sepanjang Kuta Square membentang bahkan hingga ke Dreamland di bagian selatan pulau dewata, banyak turis yang berkunjung. Bahkan beberapa waktu lalu ketika masih di Jakarta saya juga sempat menonton sebuah film yang dibintangi oleh Julia Robert berjudul Eat, Pray, Love yang juga banyak mengekspos keindahan alam serta kebudayaan Pulau Bali.


Ketika saya menceritakan bahwa saya akan segera bekerja di Pulau Bali, banyak teman yang berkomentar 'enaknya' atau 'wah beruntungnya kamu'. Tapi semua komentar-komentar itu hanya akan saya jawab dengan satu jawaban diplomatis 'ah rumput tetangga selalu keliatan lebih indah, ditempatkan dimanapun juga pasti ada enaknya tersendiri..'

Ini masih bulan Maret yang itu artinya masa low season untuk dunia pariwisata pulau dewata, namun saat berlibur ke Pantai Kuta, Legian, dan sekitarnya tidak ada hentinya saya melihat para melancong yang sedang memilih souvenir di Kuta Art Market, Joger, maupun sekedar mampir membeli minuman di Circle-K maupun Minimart yang tersebar di sepanjang Jalan Raya Kuta hingga Gang Poppies yang kini dipenuhi banyak rental kendaraan, penginapan, hingga massage itu.

Melihat geliat pariwisata pulau yang disebut-sebut sebagai The Island of God ini, maka ketika orang-orang bertanya pada saya, "Sampai dimana peluang pertumbuhan ekonomi di Bali apabila hanya ditunjang oleh pariwisata saja?" Jawaban saya adalah: "Seluas Pantai Kuta dan setinggi Pura Tanah Lot." Salam.
(bersambung ke: A Part of My Life in Bali - chapter 2)