Wednesday 5 December 2012

Let's Get Lost!

Sabtu, 22 September 2012

Subuh baru saja menyapa, dan hari masih begitu pagi ketika taksi dengan logo burung bernuansa biru yang aku tumpangi membelah jalan Teuku Umar Denpasar untuk menuju ke bandara internasional Ngurah Rai. Entah kenapa, ada perasaan senang menyelip setiap kali melihat jalanan ini begitu sepi. Jalanan yang biasanya begitu crowded, macet, ketika kendaraan tumpah ruah di satu-satunya jalan yang menghubungkan wilayah Denpasar, Kuta, Sanur, Jimbaran, dan Nusa Dua ini. Kondisi ini diperparah dengan proyek simpang jalan tak sebidang alias sering disebut dengan underpass simpang siur Dewa Ruci ini. Satu diantara sekian mega proyek untuk menyambut KTT APEC di Bali tahun 2013 nanti.

Suasana Keberangkatan Internasional Bandara Ngurah Rai.
Tak butuh waktu lama, taksi pun telah memasuki pelataran parkir Bandara Ngurah Rai, tempat yang sudah dua tahun belakangan ini selalu setia menjadi saksi dari setiap perjalanan yang aku lakukan. Tampak beberapa calon penumpang pesawat sudah menunggu ketika memasuki areal keberangkatan internasional. Sambil menggenggam pasport dan boarding pass di tangan, aku melewati deretan cafe dan restoran yang baru saja dibuka di areal bandara ini. Suasana masih cukup sepi, membuat perasaan nyaman tidak lekas hilang walaupun Ngurah Rai sudah terkenal sebagai salah satu bandara terburuk di negeri ini.


Let's Get Lost!
Jam telah menunjukkan pukul 04.30 WITA, bandara hanya terisi dengan beberapa penumpang yang akan terbang pagi itu. Aku sudah duduk manis di ruang tunggu keberangkatan bandara Ngurah Rai dengan memandangi jendela, tepat ke arah pesawat berwarna merah yang akan terbang pagi itu. Hampir sejam menunggu, announcement untuk keberangkatan penumpang pesawat AirAsia pun terdengar cukup kencang. Saatnya boarding. I'm ready to get lost for next nine days. And my first destination: Kuala Lumpur, Malaysia.

NB: next chapter, more than Kuala Lumpur!

Sunday 26 August 2012

"Good friends are like a stars. You don't always see them, but you know they're always there." (Anonimous)

Picture taken by: agung_putrajoyo (instagram)
Location: Holiday Resort Senggigi, Lombok.

Goodbye Singapore, Hello Bali

Panas teriknya Singapore di siang ini tidak menyurutkan langkah kami untuk segera melangkahkan kaki ke People Park Complex (珍珠坊)yang berada di kawasan Chinatown dengan menggunakan MRT. Tempat yang juga bersebelahan dengan People Park Center ini merupakan area belanja bernuansa etnik yang tidak lepas dari pengaruh budaya Tionghoa yang begitu erat dapat dirasakan disini. Penjaja bakcang (jajanan dari ketan dan daging babi) begitu menggugah selera kami untuk segera mengisi perut dengan makanan seharga 2 SGD. Selain itu, juga terdapat OG Department Store di tempat ini yang cukup besar dibandingkan dengan OG yang terdapat di Bugis. Bagi Anda yang mau membeli balsem Tiger Balm khas Singapore, Chinatown merupakan tempat yang tepat untuk membelinya.

Setelah dari area Chinatown, kami pun berpindah ke stasiun MRT Ferrer Park yang berada di kawasan Little India untuk mengunjungi Mustafa Center, pusat perbelanjaan komplit yang buka 24 jam. Mustafa Center ini sering menjadi rujukan bagi turis-turis asal Indonesia karena selain barangnya yang super-komplit, harga barang disini (untuk beberapa item) juga jauh lebih murah apabila dibandingkan di dalam negeri. Sebut saja misalnya beberapa parfum merek ternama seperti Burberry atau Hugo, disini hanya dipatok sekitar SGD 70-80 atau sekitar Rp 500-600 ribu. Item produk yang sama bisa mencapai harga lebih dari Rp 1 juta di department store terkenal di tanah air seperti Sogo atau Centro. Setelah kami mencoba membeli, parfum ini dapat dikatakan memang asli yang terbukti dari kualitasnya.

Setelah berkeliling sebentar di area Orchard Road, kami pun kembali untuk mengambil barang di hotel untuk kemudian menuju Bandara Changi untuk kembali ke Bali. Welcome home!! :)

Monday 25 June 2012

Lari-larian Mengejar Singa

Pada hari ini sebagian besar waktu akan dihabiskan untuk berjalan-jalan hingga sore hari dimana kita akan menuju Sentosa Islands yang terletak di sebelah selatan pulau utama Singapura.

Singapore River Cruise
Destinasi pertama pagi ini adalah menaiki Singapore River Cruise yang dimulai dari wilayah Clarke Quay (Central Shopping Mall) seharga S$ 17. Kapal penumpang ini nantinya akan mengelilingi beberapa spot menarik seperti Raffles Standing Site yang merupakan titik pertama mendaratnya Sir Thomas Stamford Raffles, gubernur jendral permata Hindia-Belanda, Merlion yang merupakan ikon negara Singapura, serta Boat Quay hingga kembali lagi ke Clarke Quay membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Namun untuk mempersingkat waktu, kami memutuskan untuk turun di Merlion dan mengambil beberapa foto dengan background Merlion, Esplanade, serta Marina Bay Sands yang juga tampak dari kejauhan lengkap dengan Singapore Flyer yang tampak sangat indah dilengkapi dengan langit siang hari ini yang sangat cerah.

Merlion Park
Dari Merlion Park, perjalanan kami lanjutkan menggunakan bus untuk mengunjungi Orchard Road, sebuah jalanan sepanjang 2,2 km yang merupakan surga belanja di Singapura. Beberapa tempat maupun shopping mall yang wajib dikunjungi di Orchard Road adalah ION Orchard (di bawahnya terdapat stasiun MRT Orchard), Wisma Atria, Paragon Mall, 313@Somerset (di bawahnya terdapat stasiun MRT Somerset), The Heeren, Nge Ann City (Takashimaya), dan tentu Lucky Plaza yang merupakan pusat souvenir dan oleh-oleh. Lucky Plaza juga sering disebut sebagai mall-nya orang Indonesia selain karena banyak menjual makanan khas Indonesia, pengunjung mall dipenuhi oleh orang Indonesia serta apartemennya juga mayoritas dimiliki oleh warga Indonesia. Setelah hampir 4 hari terus mencicipi makanan yang beraroma kare, Chinese Food yang minim rempah-rempah, memasuki food court di Lucky Plaza membuat mata kami berkaca-kaca memandangi tulisan berwarna merah yang amat mencolok dan khas: NASI PADANG. *sungguh menggoda*

ION Orchard
Puas berkeliling di Orchard Road dan kembali dengan beberapa kantung belanjaan, kami pun bersiap untuk mengunjungi Sentosa Island yang merupakan pulau resort yang populer di Singapura. Atraksi hiburan pantai sepanjang lebih dari 2km membuat Sentosa menjadi destinasi utama bagi 5 juta orang pelancong setiap tahunnya. Dengan luas pulau sekitar 5 km2, dimana 70 persennya terdiri dari hutan tropis sekunder yang menjadi habitat dari biawak, monyet, merak, burung kakak tua, serta berbagai flora dan fauna asli. Perjalanan menggunakan MRT dimulai dari stasiun Clarke Quay dan turun di stasiun Harbour Front. Dari sini, kita terlebih dahulu akan mengunjungi Vivo City, sebuah mall yang cukup terkenal di Singapura. Setelah itu barulah kita akan menuju Sentosa Island menggunakan sejenis monorail Sentosa Express dari Vivo City Lobby level 3 (seharga SGD 3). Selama di dalam Sentosa Island, ada tiga pemberhentian monorail yang aat dekat dengan titik-titik destinasi populer di Sentosa Island seperti Universal Studio, wahana permainan Songs of The Sea, dan miniatur monumen Merlion dalam versi yang lebih mini apabila dibandingkan dengan yang aslinya. Setelah berkeliling di Sentosa Island, kami menyempatkan jalan-jalan sebentar di Vivo City dan makan malam di Food Republic, food court berkonsep urban yang ramai hingga malam hari.

-sekian malam terakhir kami di Singapura, see ya on the last chapter!!-

The world is a book and those who do not travel read only one page.” – St. Augustine


Friday 1 June 2012

Singa, Mana Singa?

Datang dari Indonesia dan sempat merasakan suasana Malaysia selama dua hari, membuat Singapura serasa menjadi kota yang teramat modern. Singapore atau Republik Singapura merupakan negara kota yang terletak di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya. Jumlah penduduknya melebihi 5 juta jiwa namun hampir setengahnya merupakan orang asing yang bekerja dan menuntut ilmu di sana. Luas negara Singapore adalah 694 km2 atau tidak lebih luas dari Ibukota Jakarta. Namun selain sebagai pusat keuangan terdepan keempat di dunia, Singapura juga merupakan kota kosmopolitan berkelas dunia yang memainkan peran penting dalam berbagai sektor industri, perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura merupakan pelabuhan tersibuk kelima di dunia yang menopang posisinya sebagai negara dengan pendapatan per kapita terbesar ketiga di dunia.

Moda transportasi massal yang sudah begitu berkembang membuat Kota Singa ini menjadi salah satu favorit traveler dari seluruh dunia untuk terus mengunjunginya. MRT, bus kota, hingga taksi tersedia begitu banyak dan menjangkau hingga kawasan paling pelosok sekalipun. (Untuk menggunakan MRT dan bus, belilah kartu EZlink dengan harga $15 dimana $5 adalah tidak dapat dikembalikan dan $10 menjadi saldo yang dapat dipakai.) Ditambah dengan landmark kota yang begitu variatif, lengkap sudah pengalaman traveling di Singapura. Rute pertama berjalan-jalan hari ini dimulai dari kawasan Bugis yang bisa dijangkau melalui stasiun MRT Bugis. Stasiun MRT ini berada persis di bawah department store bernama BHG, dimana di lantai bawahnya juga terdapat food court mini yang selain menyediakan makanan khas Singapura juga menjual cemilan yang sangat terkenal itu yakni Old Chang Kee dengan versi yang lebih lengkap dibandingkan cabangnya di Jakarta. Di seberang tempat belanja ini terdapat Bugis Junction, sebuah mall dengan konsep pedestrian walk namun ber-AC.

Bugis Street.
Di seberang dari Bugis Junction, terdapat Bugis Street yang begitu terkenal. Pemandangan manusia berjejal, sebagiannya berasal dari Indonesia, memilih-menawar-membeli sekumpulan souvenir, baju, aksesoris, dll. Di bagian paling depan dari Bugis Street juga terdapat penjual jus buah seharga 1$ yang terkenal, dan di sampingnya terdapat Bee Cheng Hiang atau dendeng yang terkenal mahal namun sangat lezat yang kini juga telah membuka beberapa store di Jakarta dan Surabaya. Dari Bugis Street, jalan terus melalui lapak-lapak berderet teratur dengan begitu banyak toko yang begitu bising, sampailah di OG Department Store di sebelah kanan. OG ini seperti Matahari atau Metro kalau di Indonesia, barangnya bagus-bagus, harganya terjangkau, dan sering ada diskon. Sayang saat itu kaki sudah tidak mendukung untuk terus berjalan, padahal di ujung jalan itu masih terdapat Sim Lim Square, pusat elektronik yang terkenal di Singapura.

Puas berkeliling di wilayah Bugis, kami pun segera beranjak menuju ke IMM Shopping Mall di kawasan Jurong East dengan menggunakan MRT dan turun di Jurong East MRT Station (setelah itu lanjut dengan menggunakan shuttle bus gratis yang disediakan oleh pihak mall.) Mall 5 lantai ini terkenal dengan toko retail dan factory outlet yang memberikan diskon dari waktu ke waktu seperti Timberland, Esprit, G2000, i-Outlet (Crocs), Giordano, Bossini, 25-Hour, Factory Direct Sale and New Balance, serta Samsonite. Selain itu masih ada toko lifestyle lain seperti Best Denki, Daiso, dan Sony Style.

MARINA BAY SANDS


Marina Bay Sands
Sorenya, kami mengunjungi salah satu landmark baru Singapura yakni Marina Bay Sands, sebuah pusat hiburan terpadu yang menghadap Teluk Marina. Dikembangkan oleh Las Vegas Sands, Marina Bay menghabiskan dana sekitar Rp 56 triliun untuk pembangunannya yang berupa kasino, hotel, tempat belanja, museum, serta cafe dan restoran. Kesan sangat mewah begitu terasa begitu kami menginjakkan kaki di area mall yang dapat dicapai dengan MRT Bayfront ini. Setelah puas berjalan-jalan di area mall, kami pun mencoba untuk memasuki area kasino yang konon merupakan kasino termegah kedua di dunia setelah induknya di Las Vegas ini. Setelah melalui tahap pemeriksaan pakaian (gunakanlah pakaian smart casual - tidak diperkenankan menggunakan sandal jepit), paspor, maka kami pun diijinkan untuk masuk. Namun sayang, kami tidak diperkenankan untuk mengambil foto di tempat ini. Selain kasino, Marina Bay Sands juga dilengkapi dengan sebuah mall kelas middle-up yang menawarkan berbagai merek ternama seperti Louis Vuitton, Boss, Salvatore Ferragamo serta restoran kelas atas seperti Ku De Ta yang juga mempunyai cabang di pulau dewata, Bali.

INTERMEZZO: bertemu uncle di Chinatown

Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam ketika kami memutuskan untuk keluar dari MBS dengan perut kelaparan karena tadi asyik berkeliling di Marina Bay Sands dan belum sempat makan malam sedangkan mall sudah menunjukkan tanda-tanda akan tutup. Beruntung MRT masih beroperasi dan kami pun memutuskan untuk makan malam di kawasan Chinatown yang memang masih ramai hingga tengah malam. Begitu keluar dari area Pagoda Street, kami pun bertanya kepada salah satu warga setempat, dia pun begitu ramah menjelaskan banyak hal tentang kawasan khas etnik itu kepada kami. Di akhir pertemuan, dia bertanya apakah kami berasal dari Indonesia, dan begitu kami menjawab iya, dia langsung kegirangan dan bercerita bahwa istrinya juga orang Indonesia yakni dari kawasan Riau. Wow!!

Malam itu kami akhirnya memilih Tiong Shian Porridge Centre 長城粥品 yang terletak di New Bridge Road yang terkenal dengan bubur aneka rasanya berkat rekomendasi dari uncle (orang Singapura biasa menyebut orang yang lebih tua sebagai uncle) yang beristrikan orang Indonesia tadi. Dan ternyata benar saja, rasanya sangat lezat, ditambah dengan sayup-sayup musik etnik Chinese kuno yang diputar melalui radio di atas meja, lampion berkelap-kelip yang digantung untuk memeriahkan suasana, banyak suara percakapan riuh rendah menggunakan bahasa Mandarin khas Singapura, benar-benar membawa kami ke kehidupan ala Shanghai malam itu.


Sesudah mengisi perut, kami pun kembali ke penginapan di daerah Clarke menggunakan bus.

-sekian perjalanan hari ketiga, see you on next chapter-

Sunday 13 May 2012

Genting, Bukan Genteng.

Acara hari kedua diisi dengan mengunjungi salah satu themepark terkenal di Asia, Genting Highlands. Perjalanan dimulai dengan menaiki monorail dari stasiun Bukit Bintang menuju ke stasiun Titiwangsa. Dari stasiun inilah, bus Genting Express Bus Service berangkat menempuh perjalanan selama sejam menuju ke perbukitan yang disebut Genting Highlands, yang terletak sekitar 1850 meter di atas permukaan laut yang merupakan puncak gunung di Pegunungan Titiwangsa di perbatasan antara negara bagian Pahang dan Selangor. Suhu udara di Genting adalah sekitar 13° C sampai dengan 25° C. Genting Highlands adalah resor pegunungan pertama yang didirikan oleh Tan Sri Lim Goh Tong pada akhir tahun 1960, saat ini dipimpin oleh anaknya Tan Sri Lim Kok Thay. Sebagai “City of entertainment”, genting memiliki beragam hiburan berbasis keluarga dimulai dari kasino yang menawarkan berbagai macam permainan judi mulai dari Roulette, Baccarat, Blackjack, Tai Sai, Pai Gow, dan Carribean Stud Poker. Selain itu, Genting juga menyediakan theme park baik indoor maupun outdoor yang menarik.

Pemandangan dari atas bukit.
Udara dingin menyambut kami begitu turun dari bus, cacing yang sudah menari-nari di perut kontan membuat kami serabutan mencari makanan hangat di tengah dinginnya angin yang bertiup kencang. Agar diingat, makanan di Genting lebih mahal apabila dibandingkan dengan Kuala Lumpur. Namun hal ini menjadi wajar mengingat 'perjuangan' untuk mengirim dan menjaganya tetap hangat di tengah bukit sedingin ini. Makanan yang paling murah di Genting Highlands adalah nasi lemak yang dikemas di dalam kotak seharga RM 4 atau mie instant dalam cup sejenis Pop Mie yang juga seharga RM 4. Air mineral dalam botol 500 ml seharga RM 2-2.5. Snack seperti donat, sosis, nugget, es krim berkisar antara RM 4-10.

First World Hotel, Genting Highlands.
Selain terkenal dengan theme park outdoor dan indoornya, Genting juga mempunyai setidaknya 5 kasino berlainan yang cukup banyak menyedot perhatian pelancong asal Indonesia dan Timur Tengah. Kami sempat mencoba memasuki salah satu kasino yakni di First World Hotel. Untuk masuk ke dalamnya terlebih dahulu ada pemeriksaan paspor serta melewati metal detector, namun pemeriksaannya tidaklah seketat saat akan memasuki kasino di Marina Bay Sands (tunggu di chapter berikutnya). Overall, untuk lokasinya yang cukup jauh dari KL, memakan waktu-energi-dan tentu biaya, Genting masih sangat worth it untuk dikunjungi sebagai bagian dari trip ke Malaysia.

Menjelang sore, kami bergegas menaiki kembali bus menuju Titiwangsa Station dengan harapan masih bisa mampir membeli sedikit oleh-oleh tambahan dari Kuala Lumpur. Dan akhirnya kami mengunjungi Sungei Wang Plaza, yang malnya menyatu dengan Bukit Bintang Monorail Station. Mal yang cukup sederhana, apabila dibandingkan dengan gemerlapnya mal di Bukit Bintang yang lain, namun ternyata cukup banyak camilan khas Malaysia yang bisa dibeli di tempat ini. Diantaranya adalah coklat Berryl's berbagai macam rasa, crackers merek "Munchy's", teh tarik asli Malaysia, hingga coklat Cadbury yang padahal sudah banyak dijual di swalayan di Indonesia.

Tidak lama di Sungei Wang, kemudian kami segera mengambil barang di penginapan dan menuju KL Sentral untuk menaiki Skybus dengan tujuan LCCT, dimana AirAsia AK721 tujuan Singapore sudah menunggu kami, dan siap membawa kami menuju Changi Airport. :)

Next Chapter: Singa, mana Singa?


Wednesday 2 May 2012

Kuala Lumpur: Jalan, Jajan, Belanja

Tiga hal ini memang selalu menjadi tujuan utama dari para pelancong setiap kali mendatangi sebuah tempat. Hal ini pula yang kami lakukan di pusat kota Kuala Lumpur, atau yang lebih sering disebut KL.

1. Bukit Bintang

Bukit Bintang

Merupakan sebuah jalanan panjang yang terdiri dari mal, cafe, restoran, minimarket, hingga sauna. Tak terhitung berapa jumlah restoran waralaba di sepanjang jalanan yang sering disebut sebagai Orchard Road-nya KL ini. Demikian juga dengan pusat perbelanjaan dan mal yang sangat menjamur di area yang dapat dijangkau dengan taksi atau monorail stasiun Bukit Bintang ini. Ketika malam hari, Bukit Bintang juga menjadi pusat hang out yang terus hidup dan bersinar terang bahkan hingga larut malam.



Pavilion Crystal Fountain
Mal yang menarik diantaranya adalah The Pavilion, sebuah mal yang di depannya terdapat Pavilion Crystal Fountain. Bentuknya seperti tiga buah mangkuk berbeda ukuran yang disusun ke atas, terbuat dari kristal kaca, dengan corak bunga hibiscus yang merupakan bunga nasional Malaysia sebagai simbol dari kemewahan, passion, dan kemajuan Malaysia. Tiga cawan tersebut melambangkan multiracial culture yang hidup dalam keselarasan. Sebagai catatan, saat ini pemerintah Malaysia sedang benar-benar mencanangkan kampanye "Satu Malaysia" sebagai usaha menyatukan tiga etnis besar disana yakni Melayu, Chinese, dan India. Kemudian pancaran air dari segala arah untuk mengisi cawan tersebut melambangkan sumber kesejahteraan dan berkat itu datang dari mana saja. Bahan dari kristal kaca tersebut melambangkan kemakmuran dari Kota Kuala Lumpur dan Negara Malaysia.

2. Suria KLCC - Menara Petronas


Menara Petronas
Gak lengkap rasanya mengunjungi Kuala Lumpur tanpa berfoto di menara Petronas, yang merupakan menara kembar tertinggi di dunia. Selain itu, di bawahnya persis terdapat mal yang dinamakan Suria KLCC. Sebuah mal yang tidak lebih bagus dari The Pavilion namun cukup lengkap dan besar sehingga sekilas nampak seperti Mal Taman Anggrek di Jakarta. Outlet-outlet yang menarik di Suria KLCC diantaranya adalah i-setan, Jimmy Choo, Kinokuniya Book Store, serta Vincci. Dari KLCC kita bisa langsung berfoto-foto dengan latar belakang Petronas Tower. Tempat yang bisa dijangkau dengan LRT ataupun taksi ini sangat luas, dan di depan area mal juga terdapat taman yang sangat pas untuk dijadikan tempat berfoto. Namun menurut pendapat pribadi saya, area Petronas yang merupakan CBD dari Kuala Lumpur belumlah seelit segitiga emas Jakarta yakni Sudirman-Thamrin, Rasuna Said-Gatot Subroto. Entah kenapa masih ada beberapa area yang belum tertata dengan rapi dan penataan taman yang masih sedikit terkesan semrawut. Namun taman di tengah jalan sudah sangat bagus dan rindang, mengingatkan saya akan Jalan Raya Darmo di Surabaya yang sangat rindang itu.


3. Central Market

Central Market yang merupakan gedung kuno bergaya Art-Deco yang di dalamnya berisi kios-kios yang menjual kerajinan khas Malaysia, lukisan, berbagai macam oleh-oleh, dan food court. Dapat diakses dengan LRT dan turun di stasiun Pasar Seni. Central Market dulunya adalah pasar tradisional yang kemudian pada tahun 1888 direnovasi untuk menampung para penjual di pasar tersebut. Gedung ini kemudian terus dilestarikan dan dibuat sebagai tempat belanja oleh-oleh bagi para turis. Banyak oleh-oleh khas Malaysia yang bisa kita dapatkan di sini. Diantaranya adalah miniatur Menara Petronas dan KL Tower, kaos bernuansa Malaysia, coklat Berryl beraneka rasa, bahkan hingga Secret Recipe, cake sangat lezat yang kini sudah bisa ditemukan di beberapa mal di Jakarta.

4. Petaling Street

Berjarak hanya beberapa puluh meter dari Central Market, Petaling Street merupakan Chinatown khas Kuala Lumpur yang identik dengan banyak barang kw (seperti di Mangga Dua) mulai dari jam tangan, tas bermerk, hingga pakaian. Namun jika Anda hendak berbelanja, wajiblah untuk menawar "setega" mungkin di tempat ini. Jika ingin mencari makan malam, inilah tempat yang pas, karena di sepanjang jalan begitu banyak makanan dan minuman yang dijual. Namun yang paling terkenal tentu adalah Ikan Panggang Portugis yang begitu legendaris. Letaknya persis di seberang Hong Leong Bank (tempatnya agak nyempit, cobalah untuk bertanya ke penjual di sekitarnya) dan tentu minuman Air Mata Kucing di depannya. Kedua makanan itu wajib dicoba bila Anda mengunjungi Petaling Street.

Sekian dulu perjalanan untuk hari pertama, see ya on the next chapter!! :D

Sunday 29 April 2012

Dan Perjalanan Itupun Dimulai

Berawal dari iseng melihat tiket-tiket promo via web AirAsia beberapa bulan lalu, akhirnya tercetus satu rencana untuk jalan-jalan keluar negeri pake duit sendiri (ini yang penting!). Negara yang dipilih kali ini adalah yang deket-deket aja: Malaysia & Singapore. Oh iya, kenapa kok lebih milih jalan-jalan keluar negeri, ini bukan karena gak punya rasa nasionalisme atau gak cinta Indonesia lo ya. Tapi justru dengan banyak melihat negeri orang, kita akan semakin bersyukur dan mencintai negeri kita sendiri, bukan? :)

Tujuan pertama: Malaysia! Oke, ini memang negeri yang penuh dengan kontroversi di tengah banyaknya konflik dengan negara kita. Sebagian orang mulai menunjukkan gejala anti-Malaysia, bahkan ada yang menyarankan presiden untuk menutup saja kedutaan besar kita disana. Tapi apapun, kamu tidak akan pernah benar-benar tahu hal itu, sampai kamu merasakannya sendiri kan? Nah, welcome to Kuala Lumpur!

Saya enggak sendiri, perjalanan kali ini merupakan perjalanan keluarga. Ada papa, mama, koko, dan istrinya. Perjalanan sebenernya jadi agak repot, karena banyaknya orang dan kami semua sama-sama belum terbiasa untuk melakukan perjalanan sendirian (baca: kebiasaan ngikut tour). Beruntung sekarang teknologi sudah canggih. Tinggal sekali klik, ribuan informasi dari mbah Google udah cukup buat nuntun kita sampe kemanapun dengan selamet. Belum lagi sistem GPS dan Google Maps yang sudah terintegrasi dengan hampir segala jenis smart mobile. Kayaknya pergi sendiri di jaman sekarang udah gak perlu canggung dan khawatir lagi. Remember, worrying gets you nowhere.

Beberapa hari sebelumnya, kami sudah melakukan self check-in melalui web dan ngeprint boarding pass. Jadi udah dapet nomer kursi di pesawat, sehingga pas di counter check-in cukup verifikasi data bentar aja, plus bayar airport tax internasional Rp 150 ribu (aissh mahalnya..) abis itu langsung, menuju imigrasi untuk keberangkatan. Gak banyak masalah, petugas imigrasi juga gak banyak nanya (mungkin karena waktu itu jam masih menunjukkan jam 5pagi, jadi si petugas juga masih setengah tertidur) langsung deh dikasih cap DEPARTURE. Yihaaa!!

Memasuki gate keberangkatan, ternyata udah cukup ramai ama penumpang yang juga nungguin pesawat AirAsia. Sebagian besarnya adalah bule asal Aussie, Jepang, China. Serius mungkin WNI di pesawat ini gak lebih dari 10 orang. Jadwal penerbangan 06.00, ternyata 05.30 seluruh penumpang udah disuruh buat baik pesawat untuk pengaturan tempat duduk, peragaan keselamatan, sehingga jam 06.00 teng, pesawat sudah terbang ke Kuala Lumpur.

Setibanya di KL, ternyata pesawat AirAsia mendarat di LCCT terminal, atau merupakan terminal Kuala Lumpur International Airport yang dibangun khusus untuk pesawat low cost carrier seperti AirAsia, Tiger Airways, dan FireFly. Letaknya sekitar 70 km dari pusat kota Kuala Lumpur. Untuk menuju pusat kota, ada tiga pilihan. Yakni menggunakan kereta cepat KLIA Transit dengan tarif RM 12.5, taksi (di KL tidak ada taksi argo, harga negotiable), dan yang terakhir adalah bus. Ada dua pilihan bus, yakni Aerobus berwarna kuning seharga RM 8, atau Skybus berwarna merah yang merupakan grup dari AirAsia seharga RM 9. Saya lebih memilih menggunakan Skybus yang turun di KL Sentral lalu kemudian dilanjutkan menggunakan taksi hingga ke daerah Bukit Bintang, tempat kami menginap.

Oke sekian dulu chapter pertama dari cerita perjalanan ini, see ya on the next chapter!


Sunday 4 March 2012

2012: easy, breezy, get away!

Beberapa hari yang lalu, terjadi sesuatu yang cukup langka. Sesuatu yang terjadinya hanya empat tahun sekali. Itu adalah 29 Februari 2012. Ya, tanggal yang hanya datang di tahun kabisat. Beberapa teman yang kebetulan berulang tahun di tanggal itu merayakannya secara agak berlebihan. Maklum, mengingat ulang tahun mereka secara resmi dapat dirayakan hanya sekali dalam empat tahun.

Tahun naga air dibuka dengan banyak kesibukan baru, rutinitas baru. Sebut saja meeting awal tahun tim SME atau sering disebut Risk Clinic yang tahun ini diadakan di Kota Malang, Jatim. Tepatnya lagi di hotel Santika Premiere yang terletak di gerbang masuk kota yang sangat indah dan tertata rapi itu. Selama 2 hari penuh dijejali materi serta arahan strategi untuk tahun 2012 cukup membuat kepala penuh rupanya. Beruntung sebelum kembali ke Denpasar kami sempat mengunjungi gunung Bromo yang sangat indah dan tersohor itu.

Gunung Bromo, Jawa Timur.
Gunung Bromo, diambil dari bahasa Sanskerta: Brahma, merupakan salah satu dewa utama dalam Agama Hindu, merupakan gunung api yang masih aktif dan terkenal sebagai objek wisata yang tersohor di Provinsi Jawa Timur. Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Berangkat dari Kota Malang sekitar jam 1 dini hari, perjalanan ke Gunung Bromo terasa penuh perjuangan melawan kantuk. Namun berbekal semangat yang masih tersisa, serta cerita akan keindahan gunung berapi ini, kami berangkat dengan menggunakan Kijang Innova yang telah kami pinjam dari malam sebelumnya. Pak Hendrik, driver kami pagi itu tampaknya sudah sangat hafal dengan rute ke Gunung Bromo. Sekitar 2 jam perjalanan kami tempuh dengan sangat lancar, hingga tiba di area parkir, dimana untuk naik ke area yang disebut Penanjakan 1 haruslah menggunakan mobil jeep, yang sudah kami pesan sebelumnya.


Sightseeing Bromo.
Dan benar saja, begitu menaiki Penanjakan 1, kami mulai tidak sabar untuk menantikan sunrise. Akhirnya setelah sekian lama menunggu, matahari mulai malu-malu muncul dan menghiasi indahnya Gunung Bromo pagi itu. Dari yang pernah gue baca, sunrise di bromo sering disebut sebagai breathtaking moment alias moment yang bisa membuatmu tercengang sampai lupa bernafas. Setelah puas berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan menuju ke kawah Bromo. Jalan yang terjal dan berbatu, berdampingan dengan jurang lebar, membuat kami merem melek. Sedangkan driver jeep yang kami sewa disana, dengan santainya mengemudikan jeep dengan sibuk menghirup rokok Dji Sam Soe.

Mencari Sesuap Nasi.
Pemandangan di kawah Bromo ternyata tidak kalah mencengangkan, hamparan pasir yang sangat luas, Pura ditengah-tengah gunung, warga lokal yang sibuk menjajakan tumpangan kuda kepada wisatawan membuat satu kata yang cukup menyimpulkan segalanya: AMAZING. Sayang waktu ak banyak, akhirnya segera kami kembali ke Kota Malang untuk mengejar pesawat menuju ke Denpasar. Setelah mengambil barang di hotel, mengurus proses check out, kami segera menuju ke Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang. Dalam hati masing-masing kami berjanji, untuk suatu saat kembali lagi ke tempat yang sangat indah itu, Gunung Bromo. Dengan kantung mata yang mengantuk, perut yang lapar, namun semangat dan jiwa yang baru kami kembali ke Denpasar. Bromo telah mengajarkan kami banyak hal, akan kekuasaan dan keajaiban Tuhan. Terima kasih Tuhan telah memberi Indonesia pemandangan dan tempat seindah ini.

Denpasar, 4 Maret 2012.