Thursday 2 May 2013

Jogja & Solo: Sebuah Kisah Yang Tertunda

Sudah lama sekali rasanya sejak trip saya ke Jogja dan Solo (akhir bulan Januari lalu tepatnya) tapi sampai sekarang belum juga sempat menuliskannya di blog ini. Setelah berjuang mengumpulkan serpihan-serpihan cerita itu, akhirnya disinilah saya akan menceritakan kisah liburan ke dua diantara sekian kota indah di Indonesia: Yogyakarta & Solo.

Perjalanan ini dimulai pagi buta, menggunakan pesawat AirAsia rute Denpasar-Yogyakarta pukul 05.50, saya dan seorang teman mendarat di Bandara Adi Sucipto pukul 06.10 WIB, pagi itu suasana bandara masih sangat lengang. Hanya terdapat beberapa petugas bandara dan porter yang kebetulan bertugas pagi. Tidak banyak antrean dimana-mana yang membuat saya sedikit bingung apakah karena masih kepagian atau memang bandara ini tidaklah seramai Ngurah Rai di Bali atau Juanda di Surabaya. Yang pasti saya suka kota ini, bahkan ketika pertama kali mendarat di bandaranya. So, welcome to Gudeg city! :)

Dari bandara, menggunakan taksi kami pun segera menuju Jalan Malioboro, tepatnya lagi di Jalan Dagen untuk menitipkan barang di hotel tempat kami akan menginap nanti malam, Whiz Hotel Dagen. Setelah itu, kami menuju Stasiun Tugu yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari Malioboro (remember, Stasiun Tugu tidaklah sama dengan Tugu Yogya.) Setelah membeli tiket kereta Sri Wedari seharga Rp 20.000,- di stasiun, kami pun mencari sarapan untuk mengisi perut yang sudah meronta-ronta sejak pagi (eh ini lapernya ya masih pagi ding!) Selesai sarapan, kami pun menunggu di dalam Stasiun Tugu. Selain karena takut ketinggalan kereta, bingung juga mau jalan-jalan kemana karena di sekitar stasiun hanyalah terdapat toko-toko dan hotel. Suasana di dalam stasiun terasa cukup otentik, walaupun sudah beberapa kali direnovasi namun kesan heritage dan khas Yogya tidak dihilangkan dari stasiun ini.

Kereta Sri Wedari Jogja-Solo
Tidak lama menunggu, kereta berwarna merah terang menyala ini pun datang. Karena merupakan kereta ekspress, tidak ada nomor bangku di tiket yang sudah dibeli sehingga penumpang pun harus rela berebut kursi. bagi yang terlambat atau kurang beruntung, Anda harus menempuh perjalanan ke Solo sekitar 1 jam dengan berdiri. Prinsip 'siapa cepat dia dapat' sangat berlaku di kereta ini.

Tiba di Stasiun Balapan Solo, kami pun segera menuju ke Keraton Solo menggunakan becak. Namun suasana sangat padat pagi itu, karena bertepatan dengan Hari raya Maulud Nabi Muhammad yang memang dirayakan dengan cukup semarak di Jogja dan Solo. Di kedua kota ini terdapat sejenis festival dengan nama Sekaten 2013 yang dipadati oleh warga setempat. Bahkan Jalan Slamet Riyadi yang merupakan salah satu jalan protokol di Kota Solo sudah dipenuhi oleh kerumunan orang sejak pagi. Dan benar saja, semakin mendekati Keraton Surakarta, situasi semakin ramai dan membuat kami menskip tempat ini dan hanya sempat mengintip dari luar saja lalu melanjutkan perjalanan menuju Pasar Klewer.

Bus Werkudara, Solo.
Puas berbelanja beberapa baju batik, kami pun segera menuju Kantor Dishub Surakarta untuk menumpang bus tingkat Werkudara yang akan membawa kami berkeliling Kota Solo. Bus ini merupakan sejenis sightseeing bus atau di luar negeri lebih dikenal dengan nama Hop On - Hop Off Bus. Dalam perjalanannya tidak banyak yang bisa kami lihat dari atas bus karena hujan deras yang turun sejak pertama kali berangkat hingga tengah perjalanan, membuat suara pemandu harus beberapa kali mengeraskan suaranya karena suara hujan. Menurut saya, informasi yang diberikan oleh pemandu tentang Kota Solo kurang 'menjual' dan informatif. Misalnya, pemandu malah lebih sibuk menjelaskan nama-nama hotel, bukannya lebih mengksplor sesuatu yang bersifat lokal seperti Loji Gandrung, kediaman Walikota Solo yang dulu juga pernah ditinggali oleh Jokowi sebelum menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Namun di luar itu, keberadaan bus ini harusnya diapresiasi sebagai salah satu inovasi dalam dunia pariwisata kreatif sebagai satu-satunya sightseeing bus di Indonesia. Bahkan, Yogya dan Bali yang mendaulat dirinya sebagai daerah pariwisata pun belumlah memiliki layanan serupa.

See you on the next chapter: back to Yogya!

No comments: